Senin, 27 Maret 2017

PT. Freeport Indonesia

PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.

Sejarah Kontrak Karya

·       1936 – Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’.
·       1960 – Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’.
·       1967 – Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak mulai beroperasi tahun 1973.
·       1988 – Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang.
·       1991 – Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi akan berakhir pada tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x10 tahun (sampai tahun 2041)

Sejarah PT. Freeport

Awal mula PT Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun 1930, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisisnya serta melakukan penilaian.
Pada awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembangunan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).

Dampak PT Freeport terhadap Lingkungan

Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Freeport menyebabkan kerusakan lingkungan. Berita yang dilaporkan oleh detik.com mengatakan bahwa, 25 Anggota Komisi IV DPR-RI meninjau lingkungan sungai dan laut areal pembuangan limbah tailing dari PT Freeport Indonesia di Portsite Amamapare, Timika, pada bulan November 2011. Para wakil rakyat itu berkomentar, “Limbah tailing (butiran pasir alami hasil pengolahan konsentrat) yang mengalir dari areal penambangan ke sungai, telah membuat sungai menjadi dangkal dan biota alam di sungai Ajkwa dan laut sekitarnya ikut terganggu, sehingga hal tersebut harus dipertanggungjawabkan”. Ini merupakan sebuah ungkapan keprihatinan rakyat Indonesia melalui wakil – wakilnya di DPR tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan Freeport.

Persoalan yang sama juga terjadi pada lingkungan ekosistem hutan. Penambangan Freeport telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang). Sehari-hari Freeport memproduksi tidak kurang dari 250.000 metrik ton bahan tambang. Material bahan yang diambil hanya 3 persen. Inilah yang diolah menjadi konsentrat kemudian diangkut ke luar negeri melalui pipa yang dipasang ke kapal pengangkut di Laut Arafuru. Sisanya, sebanyak 97 persen berbentuk tailing. Hasilnya, aktivitas ini menimbulkan vegetasi hutan daratan rendah seperti Dusun Sagu masyarakat Kamoro di Koprapoka, dan beberapa dataran rendah di wilayah Timika menjadi hancur.
Kepala Perwakilan Greenpeace Indonesia Nur Hidayati di dalam media Indopos Online mengatakan, akibat penambangan Freeport selama 44 tahun di Papua, diperkirakan Indonesia kehilangan 300.000 hektar 10 hutan per tahun. Peneliti lingkungan ini juga mengungkapkan, sudah hampir 9 juta hektar hutan Papua telah diidentifikasi untuk kepentingan pengembangan industri skala besar. Hampir dua juta hektar telah dialokasikan pemerintah untuk pengembangan food and energy estate di Merauke. ”Karena itu, solusinya aktifitas tambang di Papua harus dihentikan sementara, kemudian dihitung ulang dampak kerugiannya. Karena jika dilanjutkan tanpa kontrol maka bisa makin parah kerusakan lingkungan yang terjadi”

Selain itu, dampak pengerukan dan juga pembuangan limbah sisa tambang dalam jumlah besar ke badan-badan sungai hingga ke laut yang seringkali juga mengandung berbagai bahan kimia juga berbahaya bagi ekosistem di perairan.


Dampak PT Freeport terhadap Kemanusiaan

Kegiatan penambangan PT Freeport memicu sejumlah peristiwa-peristiwa bentrok dan kerusuhan yang terjadi baik di Papua maupun di wilayah lain di Indonesia. Kerusuhan ini terjadi karena luapan rasa ketidakadilan yang dirasakan rakyat Indonesia, terutama di Papua atas kegiatan pertambangan PT Freeport. Peristiwa bentrok yang terjadi kadang sampai menimbulkan korban jiwa. Berikut ini merupakan sekilas kasus-kasus kerusuhan yang terjadi terkait dengan PT Freeport yang terjadi pada tahun 2006-2011.

21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg.

22 Februari 2006, sekelompok mahasiswa asal Papua beraksi terhadap penembakan di Timika sehari sebelumnya dengan merusak gedung Plasa 89 di Jakarta yang merupakan gedung kantor PT Freeport Indonesia.

23 Februari 2006, masyarakat Papua Barat yang tergabung dalam Solidaritas Tragedi Freeport menggelar unjuk rasa di depan Istana, menuntuk presiden untuk menutup Freeport Indonesia. Aksi yang sama juga dilakukan oleh sekitar 50 mahasiswa asal Papua di Manado.

27 Februari 2006, Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat menduduki kantor PT Freeport Indonesia di Plasa 89, Jakarta. Terjadi bentrok yang mengakibatkan 8 orang polisi terluka.

1 Maret 2006, demonstrasi selama 3 hari di Plasa 89 berakhir. 8 aktivis LSM yang mendampingi mahasiswa Papua ditangkap dengan tuduhan menyusup ke dalam aksi mahasiswa Papua

7 Maret 2006, demonstrasi di Mile 28, Timika di dekat bandar udara Moses Kilangin mengakibatkan jadwal penerbangan pesawat terganggu.

14 Maret 2006, massa penentang penambangan Freeport yang membawa anak panah dan tombak menutup checkpoint 28 di Timika. Massa juga mengamuk di depan Hotel Sheraton.

15 Maret 2006, Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkap delapan orang yang dituduh merusak Hotel Sheraton. Dua orang polisi terkena anak panah.

16 Maret 2006, aksi pemblokiran jalan di depan Kampus Universitas Cendrawasih, Abepura, Jayapura, oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura, berakhir dengan bentrokan berdarah. Peristiwa ini menyebabkan 3 orang anggota Brimob dan 1 intelijen TNI tewas dan puluhan luka-luka baik dari pihak mahasiswa dan pihak aparat.

17 Maret 2006, Tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena peluru pantulan setelah beberapa anggota Brimob menembakkan senjatanya ke udara di depan Kodim Abepura. Beberapa wartawan televisi yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh Brimob.

22 Maret 2006, satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah berada dalam kondisi kritis selama enam hari

23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT Freeport Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera .

18 April 2007, sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan pada 21 April setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai kenaikan gaji terendah.

21 Oktober 2011, sekitar tiga orang tewas akibat insiden penembakan di kawasan Freeport Timika Papua. Marcelianus, seorang personil polri berpangkat Brigadir Polisi Satu juga tewas tertembak.

November 2011, aksi unjuk rasa pekerja PT Freeport di Papua berujung pada penembakan yang menyebabkan kematian di kalangan pengunjuk rasa.
Kejadian – kejadian yang telah disebutkan di atas hanyalah sebagian dari tragedi kemanusiaan yang disebabkan ketidakpuasan rakyat Indonesia terhadap PT Freeport Indonesia. Namun dari pemaparan tersebut sudah menunjukkan dampak negatif dari eksplorasi tambang yang dilakukan oleh PT Freeport.


Dampak PT Freeport terhadap Perekonomian Indonesia

Aktivitas pertambangan PT Freeport di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 46 tahun. Selama ini, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak keuntungan finansial yang sangat besar bagi perusahaan asing tersebut, namun belum memberikan manfaat optimal bagi negara, Papua, dan masyarakat lokal di sekitar wilayah pertambangan.

Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk keuntungan dari tambang emas, perak, dan tembaga terbesar di dunia. Para petinggi Freeport terus mendapatkan fasilitas, tunjangan dan keuntungan yang besarnya mencapai 1 juta kali lipat pendapatan tahunan penduduk Timika, Papua. Keuntungan Freeport tak serta merta melahirkan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia, khususnya warga sekitar.

Pendapat mengenai PT. Freeport
Menurut kami, PT Freeport sebaiknya ditiadakan, karena perusahaan itu sebenarnya dimiliki oleh negara Asing. Hasil bumi yang ada di Indonesia di ambil oleh negara lain dan dijual  ke seluruh negara serta hasilnya menjadi pendapatan negaranya bukan negara kita Indonesia. Sedangkan pendapatan untuk negara Republik Indonesia ini hanyalah sedikit saja, melainkan beberapa persen dari penghasilan.  PT Freeport ini bukan pendapatan negara, karena seharusnya perusahaan yang berdiri di suatu wilayah bisa mensejahterakan wilayahnya. Tetapi faktanya bahwa Papua Barat terkenal dengan kemiskinannya, pengangguran nya dan kesehatan sangatlah kurang terutama dalam air, karena air yang digunakan itu sudah tercemar oleh limbah dari PT Freeport itu sendiri. Pekerja PT Freeport ini sendiri, mempekerjakan dari luar bukan putra/putri bangsa. Tetapi sekarang PT Freeport ini licik, semua karyawan yang dipekerjakan adalah warga seluruh Indonesia supaya Pemerintah Indonesia sendiri dapat memperpanjang kontrak kerja sama , karena mengurangi pengangguran yang ada. Walaupun menggunakan tenaga kerja dari Indonesia, namun kebanyakan warga asli daerah Papua hanyalah menjadi buruh tambang. Karena itu, perekonomian warga sekitar pertambangan masih saja kekurangan. Selain itu, alam Papua sudah terlalu parah tereksploitasi, sehingga banyak yang tercemar atau bahkan rusak. Kerugian yang diperoleh karena adanya PT. Freeport Indonesia tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan. Keuntungan yang besar hanyalah didapat oleh negara asing.

Saran Untuk Pemerintah
Pemerintah seharusnya berani mengambil alih saham PT. Freeport sehingga PT. Freeport sepenuhnya menjadi hak Indonesia, bukan menjadi hak negara lain karena bagaimanapun lokasi pertambangan berada di tanah Indonesia. Pemerintah juga harus berani menolak perjanjian-perjanjian kontrak freeport dengan Amerika di masa mendatang. Jangan sampai Indonesia selalu dimanfaatkan oleh negara lain. Pemerintah Indonesia harus berani untuk lebih mandiri dalam mengelola sumber daya alam yang berada di tanah air.
Pemerintah juga dapat melakukan evaluasi terhadap jalannya bertambangan. Melakukan evaluasi dari berbagai aspek, khususnya sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Serta laporan hasil penemuan yang bisa saja sebenarnya digelapkan oleh pihak asing sehingga keuntungan bagi Indonesia hanya sedikit dan semakin sedikit. Pemerintah seharusnya mempekerjakan lebih banyak ahli yang berasal dari Indonesia, khususnya dari tanah Papua. Karena lokasi pertambangan berada di tanah kelahirannya. Sehingga para penduduk sekitar pertambangan juga dapat merasakan keuntungan dari PT. Freeport, bukan hanya merasakan kerugiannya saja.
Lingkungan yang telah rusak seharusnya lebih diperhatikan oleh pemerintah. Jangan sampai kerusakan semakin melebar dan semakin parah. Kesehatan dan kehidupan masyarakat di sekitar tambang juga harus diperhatikan. Karena kesehatan masyarakat di sekitar tambang berkurang yang disebabkan oleh tercemarnya sungai-sungai yang mereka pakai untuk kebutuhan setiap harinya. Selain itu, kerusakan yang sudah ada seharusnya dapat diperbaiki atau direhabilitasi sehingga dapat menjadi ruang terbuka hijau lagi. Atau dapat dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian.

Daftar Pustaka:

Anggota Kelompok 10 :
Annisa Dian Pratiwi (20216940)
Nafila Qinananti Alifyanur Rachmanda (25216287)
Syafa Devi Wicinda (27216216)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar